[ad_1]
JAKARTA– Ini sejarah penggunaan paku sebagai alat mencoblos di Pemilu. Pemilu merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi sebuah negara, di mana setiap warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka.
Di Indonesia, pemilu telah menjadi bagian integral dalam sistem demokrasi sejak awal kemerdekaan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan upaya untuk mencegah kecurangan, penggunaan paku sebagai akar mencoblos menjadi salah satu praktik yang menarik perhatian.
Pencoblosan menggunakan paku sudah sangat ketinggalan zaman. Pasalnya, kini sebagian besar di dunia telah beralih ke sistem pencoblosan dengan menggunakan pulpen dengan cara dicentang. Bahkan di beberapa negara sudah menerapkan sistem e-voting.
E-voting ini merupakan sistem pemilihan suara yang menggunakan perangkat elektronik sebagai pirantinya. Negara-negara seperti Estonia, India hingga Filipina telah menerapkan ini sehingga warganya tidak perlu berkumpul di TPS untuk menggunakan hak suaranya.
Ini sejarah penggunaan paku sebagai alat mencoblos di Pemilu. Melansir dari beberapa sumber pada Kamis (15/2/2024), penggunaan paku dalam mencoblos Pemilu pertama kali diterapkan sejak tahun 1995 yang dianggap efektif pada masa di mana tingkat buta huruf di Indonesia masih tinggi.
Dipilihnya paku sebagai alat coblos karena dianggap memiliki ketajaman yang lebih baik dibandingkan dengan alat-alat coblos lainnya seperti kayu yang diruncing. Metode mencoblos dengan paku terus digunakan hingga era Soeharto, meliputi pemilu-pemilu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, dan 1999.
Penggunaan metode ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memberikan kemudahan kepada seluruh lapisan masyarakat, terutama yang belum memahami penggunaan alat tulis. Seperti halnya yang terjadi pada Pemilu 2004 dan 2009.
Pada masa itu, pemerintah sudah mengupayakan pemilu dilakukan dengan menggunakan pulpen. Namun hasilnya sangat kacau. Masyarakat masih banyak yang tidak memahami metode tersebut sehingga banyak sekali surat suara yang tidak sah.
Akibat hal itu, pada Pemilu 2014 KPU menyediakan dua perangkat di dalam bilik, yakni pulpen dan paku. Namun pada pelaksanaannya, kedua benda ini digunakan untuk fungsi yang sama, yakni membolongi surat suara.
Tingkat pendidikan yang rendah dan kebiasaan masyarakat mencoblos menggunakan paku juga membuat e-voting sulit diterapkan. Pasalnya, e-voting ini jauh lebih sulit untuk dipahami bagi masyarakat berpendidikan rendah dibandingkan dengan pemungutan suara dengan pulpen.
Follow Berita Pikirpediadi Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Pikirpediahanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, paku masih dianggap paling sesuai karena dianggap paling mudah digunakan oleh semua kalangan masyarakat. Penggunaan paku juga dinilai lebih murah dan tidak menyebabkan banyak keluhan serta laporan penyalahgunaan.
“Cara mencoblos itu dianggap paling egaliter dibanding dengan menggunakan alat tulis. Karena alat tulis ini kan, warga kita juga ada yang belum punya kemampuan untuk menggunakannya,”ucapnya dikutip dari Antara, Kamis, (15/2/2024).
Melalui Pasal 12 Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2023, penggunaan paku untuk mencoblos pada Pemilu 2024 diatur dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian informasi mengenai sejarah penggunaan paku sebagai alat mencoblos di Pemilu. Jika ingin menggunakan metode lain selain paku, diperlukan sosialisasi dan pengarahan yang intensif kepada masyarakat.