[ad_1]
KOTA Malang pada 1 April 2024 genap memasuki usia ke-114 tahun. Sejarah panjang Kota Malang, yang menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Malang, menjadi terekam sejak zaman era kerajaan Hindu-Buddha hingga masa kolonialisme Belanda.
Sejarawan Malang, Muzakir Dwi Cahyono justru berujar bahwa usia Kota Malang sebenarnya lebih tua dari 114 tahun. Sebab peradaban di Kota Malang sudah ada sebelum 1 April 1914, yang dinilai menjadi Hari Ulang Tahun Kota Malang.
“Yang diperingati 1914 itu yang sekarang ulang tahun ke-114, itu hari jadi pemerintahan, bukan hari jadi daerah perlu dibedakan, antara hari jadi pemerintahan dan daerah. Hari pemerintahan itu ketika Malang menjadi status sebagai Kota, ini bukan berarti sebelum itu tidak ada kehidupan sosial budaya yang teratur,” ucap Dwi Cahyono saat berbincang dengan MNC Portal Indonesia (MPI).
Menurutnya, sebelumnya Malang sudah berstatus pemerintahan adminstratif atau gementee, dalam bahasa Belanda. Kemudian dari satu wilayah itu, dimekarkan menjadi dua yakni kabupaten dan kotapraja atau istilahnya saat ini kotamadya.
“Itu (HUT 114) adalah hari jadi pemerintahan. Jadi perjalanan sejarah Malang tidak hanya sebatas 114, perjalanan sejarah pemerintahan Malang benar 114, perjalanan sejarah pemerintahan. Tapi perjalanan sejarah daerah jauh lebih panjang dari itu,” jelasnya.
(Foto: Avirista Midaada/MPI)
Asal-usul nama Malang
Nama Malang sendiri kata dia berasal dari sebuah daerah di desa bernama Malang saat ini pada Prasasti Ukir Negara. Daerah itu sudah ada peradaban sejak abad 12, dari nama Desa Malang itulah, daerah Malang berkembang dan berkembang, menjadi sebuah kota.
“Tempat itu berada di wilayah Watak, Pamoto, di wilayah Keposekan Diah Limpa. Jadi jadi jelas Diah Limpa tinggalnya di mana, tinggalnya di Gasek, Gasek itu Karang Besuki, berarti Malang dengan Gasek, itu tidak terlalu jauh,” jelasnya.
Dwi Cahyono menambahkan, saat itu wilayah Kota Malang masih hutan belantara, di mana hutannya dinamakan Hutan Patang Tangan, yang didalamnya banyak binatang buasnya.
“Itu tempatnya yang jadi pusat Kota Malang saat ini, jadi itu hutan yang banyak binatang buas buruannya,” ungkap dia.
Follow Berita Pikirpediadi Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Pikirpediahanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Lokasi Desa Malang itu dideskripsikan Dwi, tidak terlalu jauh dari Gunung Buring, yang membentang di timur Kota Malang. Di sana ada namanya Demang Malang, berarti ada Kademangan Malang, bahkan disebutnya ada makam Demang Malang juga.
“Ada Kademangan Malang, pada masa kolonial ada distrik Malang. Itu kan nama tempat, Kademangan Demang semacam desa tapi desa yang luas,” ujarnya.
Maka ketika ada yang beranggapan Malang berasal dari kata Malang Kucecwara sebagaimana prasasti yang ditemukan di utara Singasari, saat ini masuk Kabupaten Malang, hal itu menurutnya kurang tepat.
Sebab ada prasasti yang lebih tua lagi yakni Prasasti Ukir Negara, yang mencatatkan nama Malang jadi sebuah wilayah desa.
(Foto: Facebook/Prasasti Nusantara)
“Jadi enggak usah dicari dari Malang plus Kucecwara, jadi Malang Kucecwara darimana, Malang Kucecwara itu nama bangunan suci, dan nama Malang Kucecwara itu bukan hanya nama bangunan suci yang di Malang, di Jawa Tengah itu di Prambanan juga ada, Di Magelang ada, di Kedu Selatan juga ada. Nama Malang ya dari Malang, enggak usah cari Malang Kucecwara,” terangnya.
Sejak awal disebut sejarawan Universitas Negeri Malang (UM) ini nama Malang sudah ada. Ia mencontohkan asal usul Malang, sama dengan nama Ngawi atau Blitar, di mana sejak awal ada nama daerah desa bernama Ngawi dan Blitar, kemudian berkembang dari waktu ke waktu.
“Malang itu sama dengan Balitar, asalnya. Kediri itu dari nama desa, sekarang jadi nama kabupaten dan kota. Jadi nama Malang berasal dari mana, ya nama Malang saja, nama desa, dari nama desa berkembang-berkembang menjadi nama daerah,” tandas Dwi Cahyono.