[ad_1]
LONDON – Setidaknya 60 migran tewas setelah perahu karet mengalami masalah di Laut Mediterania.
Ke-25 orang yang selamat dijemput oleh Ocean Viking, sebuah kapal yang dioperasikan oleh kelompok kemanusiaan SOS Méditerranée.
Mereka mengatakan kepada tim penyelamat bahwa mereka telah berangkat dari Zawiya di pantai Libya beberapa hari sebelum diselamatkan.
Mesin perahu tersebut rusak setelah tiga hari, menyebabkan perahu terapung tanpa memiliki makanan atau air.
Para penyintas mengatakan bahwa para korban termasuk perempuan dan setidaknya satu anak. Mereka diyakini meninggal karena dehidrasi dan kelaparan, bukan karena tenggelam.
SOS Méditerranée mengatakan tim Ocean Viking telah melihat perahu tersebut, yang berangkat pada Jumat (8/3/2024) lalu, dengan teropong pada Rabu (13/3/2024) dan telah melakukan evakuasi medis bekerja sama dengan penjaga pantai Italia.
Dilaporkan bahwa para penyintas dalam kondisi kesehatan yang sangat lemah dan semuanya berada di bawah perawatan medis.
Dua di antara mereka, yang tidak sadarkan diri dan dalam kondisi kritis, telah diterbangkan ke Sisilia dengan helikopter untuk perawatan lebih lanjut, tambah kelompok itu.
23 orang sisanya masih berada di kapal Ocean Viking, bersama lebih dari 200 migran lainnya yang diselamatkan dari dua kapal lainnya.
Kapal tersebut sedang menuju pelabuhan Ancona, sekitar empat hari lagi, namun tim telah meminta pelabuhan yang lebih dekat agar aman.
Follow Berita Pikirpediadi Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Pikirpediahanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
“Orang-orang yang berada di kapal dalam keadaan kesusahan, tersesat di laut selama hampir seminggu, kehabisan air dan makanan dengan sangat cepat, menurut para penyintas,” kata juru bicara SOS Méditerranée di atas kapal.
“Orang-orang meninggal dalam perjalanan. Saya bertemu dengan seorang pria yang kehilangan istri dan bayinya yang berusia satu setengah tahun. Bayinya meninggal pada hari pertama, ibunya meninggal pada hari keempat. Mereka berasal dari Senegal dan berada di Libya selama lebih dari dua tahun,” lanjutnya.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan pekan lalu bahwa tahun 2023 adalah tahun paling mematikan bagi para migran sejak pencatatan dimulai satu dekade lalu, dengan setidaknya 8.565 orang meninggal dalam jalur migrasi di seluruh dunia.
Badan PBB tersebut mengatakan angka tersebut meningkat 20% dibandingkan tahun sebelumnya.
Laporannya menemukan bahwa penyeberangan Mediterania terus menjadi perjalanan paling berbahaya, dengan setidaknya 3.129 kematian dan orang hilang selama 2023. Ini menjadi jumlah korban tertinggi sejak 2017.