[ad_1]
SEORANG pelancong tunanetra memiliki pengalaman keliling dunia. Ia pun berbagi cerita mengejutkan tentang bagaimana penyandang tunanetra yang memiliki keterbatasan fisik mendapat perlakuan diskriminatif di bandara.
Pada akhir tahun lalu, Hayley Kennedy membuat sejarah ketika dia mendarat di Libya – negara ke-193 dan terakhir yang harus dikunjungi sebagai negara yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dengan melakukan hal tersebut, dia menjadi tunanetra pertama dan penyandang disabilitas yang mengunjungi semua negara, demikian menurut NomadMania.
Kendati Hayley sangat antusias dengan kebaikan manusia dan perjalanan pada umumnya. Dia yakin banyak hal yang perlu dilakukan terkait aksesibilitas bagi penyandang tunanetra seperti dirinya.
“Saya punya banyak pengalaman buruk dengan bandara dan maskapai penerbangan,” kata Hayley kepada Mirror.
“Anda mendaftar untuk mendapatkan bantuan dan Anda tidak pernah mendapatkannya; Anda dimarahi; Anda tidak diperbolehkan masuk dalam antrean disabilitas. Orang-orang dengan kursi roda jauh lebih maju dibandingkan orang-orang dengan disabilitas tunanetra,” keluh Hayley.
Hayley Kennedy (Foto: Mirror)
Dalam banyak kesempatan, Hayley pernah ditanyai tentang ‘kekurangan’ fisiknya oleh staf bandara. Tampaknya petugas enggan percaya bahwa dia sebenarnya memiliki keterbatasan fisik. “Saya dimarahi, boarding pass saya dilempar, tas diambil dan disuruh mencarinya ketika mendarat,” kata Hayley.
“Mengapa orang yang memiliki masalah penglihatan ingin naik pesawat? Itu hal yang sangat mendasar. Saya sudah meminta bantuan khusus di Inggris sebelumnya dan baru menerima begitu sudah sampai di pesawat,” lanjutnya.
Meski Hayley awalnya menderita rabun dekat, penglihatannya baru mulai memburuk pada usia pertengahan 20-an. Dokter di Rumah Sakit Mata Moorfield, London menjelaskan bintik hitam pada penglihatannya adalah tanda dari degenerasi makula yang langka.
“Saya tidak bisa membaca buku atau koran, saya tidak bisa mengemudi, saya tidak bisa membaca tanda-tanda. Saya cenderung terikat pada ponsel karena saya menggunakannya sebagai kaca pembesar. Saya tidak bisa membaca peta atau lembaran kertas biasa. Saya belum belajar membaca braille, tapi saya mulai berpikir sudah waktunya,” jelas wanita itu.
Follow Berita Pikirpediadi Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Pikirpediahanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Dia baru memutuskan untuk mengunjungi setiap negara di dunia beberapa tahun silam, lama setelah penglihatannya mulai kabur. Bagi pekerja asuransi, daya tarik melihat dunia sangatlah nyata, dan sesuatu yang tidak akan mampu dilakukan sepanjang hidupnya.
“Saya memutuskan untuk prioritaskan perjalanan ketika saya didiagnosis, untuk melihat sebanyak mungkin dan memilih hal-hal yang benar-benar ingin saya lihat,” ujarnya.
Saat penglihatannya semakin buruk, tantangan perjalanan pun semakin meningkat. Namun, hal ini tidak menghentikannya untuk melakukan sejumlah perjalanan ambisius.
Di Republik Demokratik Kongo, Hayley memilih untuk mendaki gunung berapi dan berdiri di tepi danau lava serta melakukan kontak dengan gorila gunung.
Dalam perjalanannya ke Norwegia baru-baru ini, dia menyaksikan ‘Cahaya Utara’. “Langit semuanya menyala hijau. Beberapa lebih terang dari yang lain dengan garis-garis dan pola-pola yang melintasinya. Itu adalah pengalaman ajaib,” cerita Hayley.
Dirinya berharap dengan mendorong penyediaan aksesibilitas yang lebih baik di bandara, akan lebih banyak penyandang disabilitas akan terdorong untuk melakukan perjalanan.
Hayley menyarankan kepada para penyandang disabilitas agar meriset dan mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi hal-hal di luar kendali.
“Seringkali saya akan menyewa pemandu pribadi atau kelompok. Penting bagi saya untuk menyewa pemandu pribadi. Banyak orang beranggapan bahwa mereka tahu apa yang Anda butuhkan, tapi seringkali melakukan hal-hal yang tidak Anda butuhkan,” terangnya.
Dia lantas memberi masukan kepada pengelola bandara agar tidak bertindak diskriminatif terhadap penumpang disabilitas. Berikut tujuh saran Hayley yang diharapkan sudi didengar oleh pegelola bandara manapun di dunia.
1. Beri informasi via email tentang di terminal mana penyandang disabilits bisa mendapat akses bantuan khusus.
2. Proaktif bertanya kepada mereka para difabel ikhwal bantuan apa yang mereka perlukan.
3. Jangan paksa orang menggunakan kursi roda ketika mereka bisa dan ingin berjalan.
4. Jangan pisahkan tunanetra dari tas jinjingnya, sebab kecil kemungkinan mereka menemukannya lagi dan bisa memicu kecemasan.
5. Jangan marah ketika penyandang disabilitas memberi tahu Anda apa yang dibutuhkan.
6. Jangan berasumsi Anda tahu apa yang dibutuhkan. Perubahan yang sangat kecil bisa membuat perbedaan besar bagi mereka para difabel.
7. Jangan pernah mengatakan jika mereka bukan penyandang disabilitas hanya karena enggan menggunakan kursi roda.